Reporter: Dwi Rahayu
blokTuban.com - Memasuki are makam salah satu waliyullah penyebar islam di Tuban, Syekh Maulana Ibrahim Asmara Qandi yang berada di Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang nampak lengang. Berkunjung ke makam yang dikeramatkan tersebut, alih-alih mendapai suasana sesak berdesakan, di waktu bulan puasa hanya akan mendapati suasana lengang.
Pada pelataran parkir dengan luas sekitar 250 meter persegi tersebut di bulan-bulan tertentu acap kali di penuhi jajaran kendaraan rombongan peziarah. Mereka sengaja datang dari berbagai penjuru negeri.
Kendati saat ini makam yan terletak tidak jauh dari bibir pantai utara (pantura) menjadi bagian dari paket perjalanan ziarah wali sanga (sembilan). Berbeda di bulan puasa, jangankan menemukan barang segelintir kendaraan, peziarah dengan kendaraan pribadi sekalipun dapat dihitung dengan jari.
"Memang di bulan puasa sepi peziarah. Berbeda di bulan Suro (penanggalan Jawa), peziarah datang silih berganti siang dan malam," kata salah seorang dari tiga juru kunci makam tersebut, Mahmud kepada blokTuban.com.
Lebih lanjut, blokTuban mencoba menelusuri tiap jengkal sisi makam yang dalam beberapa serat disebut sebagi Syarif Auliya' tersebut. kisah perjalanan sang Auliya' kemudian menemani napak tilas asal muasal penyebaran islam oleh Ibrahim Assamarqand atau acap lidah warga setempat menyebut, Maulana Ibrahim Asmara Qandi tersebut.
Memiliki nama lengkap Ibrahim bin Jamaluddin Akbar bin Ahmad Jamaluddin penyebar islam di Tuban ini berasal dari negeri nan jauh, tepatnya di Samarkand, salah satu kota yang saat ini berada di wilayah administrasi Negara Uzbekistan, Rusia.
"Ayah Syekh Maulana Ibrahim Asmara Qondi bernama Syekh Jumadil Qubro," ujar Koordinator Situs Bidang Purbakala, Balai Pelestarian Cagar Budaya, Sarkawi.
Sebenarnya berbagai sumber pengetahuan perkembangan islam di nusantara memiliki informasi yang saling berkesinambungan. Pada salah satu literasi di bidang pengetahuan islam, diperkirakan Ayah dari Sunan Ampel tersebut lahir di negeri Asia Tengah pada paruh abad ke 14.
Sarkawi menambahkan, atas perintah ayahandanya menyebarkan Agama Islam di Pulai Jawa, berangkatlah Syekh Asmara Qandi menempuh jalur laut. Sebelum tiba di Pulau Jawa, terlebih ia bersandar di negeri d ibawah kedaulan Kerajaan Champa yang diketahui, kerajaan tersebut berada di kawasan Negara China.
Dalam kesempatan singgah tersebut, Syekh Maulana Ibrahim sempat mengislamkan raja Champa. Tidak berhenti di situ, guna membalas kebaikan hati Syekh Makhdum Ibrahim Asmoro, begitu nama lainnya, ia diambil menantu sang raja. Ia mempersunting putri raja bernama Dewi Condro Wulan.
Dari pernikahan tersebut, Ibrahim Asmara Qandi dikaruniai dua putra. Nama kedua putra sang penyebar islam tersebut, Raden Ali Rahmatullah (Rahmat) atau kerap disebut Sunan Ampel dan Raden Santri atau memiliki julukan Pandhita Bima.
"Lokasi pesarean (makam) Raden Santri diketahui berada di Kauman- Gresik," ujar Sarkawi kepada bloktuban.com.
Kemudian perjalanan rombongan Syekh Maulana Ibrahim berlanjut menuju pulau Jawa untuk menemui sang adik ipar yang menjadi ratu di kerajaan Majapahit. Sempat mengarungi lautan hingga akhirnya, rombongan Syekh Maulana Ibrahim yang membawa serta kedua putranya tersebut bersandar pada dermaga di wilayah Tuban.
"Syekh Maulana Ibrahim Asmara Qandi menetap sementara di Tuban tepatnya di Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang untuk menularkan ajaran agama islam. Hingga akhir hayatnya, ia menyebarkan islam di Tuban selama 20 tahun," pungkas Sarkawi.[dwi/ito]
0 Comments
LEAVE A REPLY
Your email address will not be published