Oleh : Ali Kusni, S.Pd.I (Guru SMA N 1 Plumpang)
blokTuban.com - Survei yang dilakukan pada tahun 2017 menunjukkan bahwa 50% remaja putra dan 30% remaja putri mengaku pernah melakukan hubungan seks pra nikah.
Survei tahun 2017 ini, angkanya mungkin akan bertambah bila survei dilakukan sekarang (2022). Pergaulan remaja yang semakin terbuka serta, perkembangan arus informasi yang sulit dikendalikan menjadi alasan kenapa kemungkinan angka survei itu bisa lebih besar.
Remaja yang sekarang mendominasi penggunaan teknologi informasi bisa setiap saat mengakses berbagai informasi, baik yang positif maupun negatif. Berbagai sistem kontrol telah coba dilakukan, baik oleh institusi maupun pribadi, namun sampai sekarang masih belum bisa mengimbangi atau memberi solusi tepat untuk menangkal efek-efek buruk yang timbul dari kondisi semacam ini.
Fenomena demikian cukup mengkhawatirkan apabila dikaitkan dengan kesehatan reproduksi remaja. Mau dengan alasan apa pun hubungan sex luar nikah akan membawa dampak psikologis tertentu pada setiap pelakunya. Dampak inilah yang pada akhirnya akan membawa masalah tersendiri untuk ketersediaan sumber daya manusia yang mumpuni ke depannya. Karena pada dasarnya, sumber daya manusia yang baik adalah sumber daya manusia yang fokus menguasai bidang keahliannya, tanpa terganggu oleh kondisi psikologis yang berpengaruh buruk dalam masa tumbuh kembangnya.
Alasan semacam ini pula, yang mendasari gerakan-gerakan sosial untuk memberikan pemahaman terhadap remaja terkait kesehatan alat reproduksi, serta berbagai konseling psikologi yang mungkin saja menghantui para remaja yang sudah terlanjur terjerumus dalam pergaulan yang tidak sehat.
Gerakan-gerakan sosial ini pada umumnya memfokuskan diri pada edukasi psikologi remaja dan kesehatan reproduksi ( sex edukasi), karena dua hal ini dirasa rentang terhadap kehidupan remaja. Mengingat usia mereka yang belum matang dan sedang dalam proses pencarian jati diri, sehingga akan sangat mudah terbawa tren ( gaya hidup) tanpa berpikir panjang dampak dari tren itu sendiri untuk masa depan mereka.
Usia rentang remaja ini juga sangat mudah menempatkan mereka pada kondisi yang sangat merugikan. Rasa ingin tahu yang besar sering kali tanpa di diikuti alasan kuat, juga kerap kali membawa mereka pada percobaan-percobaan terhadap apa pun yang mereka anggap hebat, seperti rokok, minuman keras, narkoba dan tentu saja sex pra nikah.
Dengan kondisi yang demikian maka peran aktif dari berbagai pihak: keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat sangatlah penting, untuk menjadi pendamping mereka dalam masa tumbuh kembangnya dengan menghakimi, menyalahkan dan mencaci, apa lagi menghasut mereka untuk berbuat yang tidak baik. Sebaliknya untuk mendukung mereka, memberi kesempatan dan memberi teladan untuk hal-hal positif, semisal seni, olahraga, organisasi, komunitas-komunitas positif dan lain sebagainya.
Kenakalan dan kreativitas
Seperti diketahui bersama, bahwa nakal adalah satu perbuatan di luar kewajaran yang berakibat negatif/merugikan bagi orang lain atau pelaku sendiri. Tingkah laku nakal ini untuk beberapa kasus bahkan masuk dalam kategori kriminal. Seperti mencuri, menganiaya, pencabulan dan lain sebagainya.
Sedang kreatif sendiri sering dikonotasikan dengan perbuatan di luar kebiasaan umum, dan memiliki efek baik/positif untuk orang lain maupun diri yang bersangkutan. Kreatif acap kali juga lahir dari rasa ingin tahu yang besar dari seseorang pada satu hal atau bidang tertentu.
Perbedaan dari dua hal tersebut tidaklah besar, dua hal tersebut sama-sama berawal dari rasa ingin tahu. Berbedaan baru terlihat pada hasil dari bagaimana mewujudkan rasa ingin tahu tersebut.
Seorang remaja yang sedang ingin tahu sesuatu, akan berusaha untuk mengakses berbagai pengetahuan tentang hal tersebut. Mulai dari bertanya sampai mencoba secara langsung. Pada proses mencari tahu inilah bimbingan dan arahan dari orang dewasa sangat dibutuhkan. Karena bisa jadi dalam meredakan rasa ingin tahunya kaum remaja ini menggunakan metode yang salah atau bahkan dijerumuskan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang berada di sekitarnya.
Saat menuju dewasa adalah saat-saat penasaran. Mereka akan penasaran dengan berbagai macam hal, termasuk lawan jenis. Penasaran terhadap lawan jenis inilah yang bisa jadi menjerumuskan remaja dalam sex pranikah.
Mereka (remaja kreatif) akan menjadikan rasa penasarannya ini sebagai alasan untuk melakukan berbagai hal positif seperti menulis puisi cinta, cerpen cinta, membuat lagu-lagu cinta atau melukis pesan cintanya pada gambar-gambar tertentu. Berbeda dengan mereka yang memiliki kecenderungan nakal, yang akan sangat mudah membawa rasa penasaran mereka pada hal-hal yang lebih porno atau asusila.
Nakal atau tidaknya seorang remaja tergantung lingkungan yang mengarahkan mereka. Secara kodrati remaja memang fase mencari jati diri dan masa penasaran. Jadi, seperti apa mereka melakukan pelampiasan dari kepenasaranya sangat tergantung dari contoh-contoh yang mereka saksikan dalam lingkungan sekitarnya.
Bila satu lingkungan memberi kesan baik terhadap penyaluran kepenasaranya, maka kecenderungan mereka untuk bersikap serupa pun tinggi. Begitu juga dengan kenyataan kalau lingkungan sekitar mereka memberi contoh buruk pada penyaluran kepenasaranya maka bisa jadi mereka akan bertindak serupa.
Pada era teknologi informasi yang kelewat cepat belakangan ini. Tugas pemberian teladan itu menjadi lebih rumit, karena bukan hanya berurusan dan lingkungan, akan tetapi pengaruh dari media sosial yang jauh kompleks baik efek maupun polanya.
Oleh Karenanya berbagai terobosan baru, wajib dilakukan untuk turut mengawal remaja dalam proses pencarian jati diri, dengan senantiasa memberi contoh-contoh baik, menyediakan berbagai kegiatan positif dan menyenangkan, serta memberi mereka peluang menuangkan berbagai pendapat/ide melalui organisasi, baik di sekolah maupun lingkungan rumah. [*/Ali]
Temukan konten blokTuban.com menarik lainnya di GOOGLE NEWS
0 Comments
LEAVE A REPLY
Your email address will not be published