
Reporter : Dahrul Mustaqim
blokTuban.com - Rencana jamaah Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) menggelar kajian keagamaan di Musala Al-Hidayah, Desa Paseyan, Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban, mendapat penolakan dari warga setempat.
Penolakan itu dipicu oleh perbedaan ajaran yang dibawa MTA dengan tradisi keagamaan yang telah lama dianut masyarakat desa.
MTA, organisasi keagamaan yang berbasis di Solo, mulai masuk ke wilayah Tuban sejak tahun 2015.
Sejak saat itu, para pengikutnya yang kini berjumlah 26 orang di seluruh Kabupaten Tuban, rutin mengadakan kegiatan keagamaan di Musala Al-Hidayah.
Musala tersebut dibangun di atas tanah milik seorang warga berinisial S, yang dulunya merupakan anggota MTA.
Namun, setelah terjadi pergantian kepengurusan, S memutuskan keluar dari MTA dan menyerahkan pengelolaan musala kepada pemerintah desa.
“Sejak keluar, dia tidak memperkenankan jamaah MTA untuk mengadakan kegiatan di sana,” ujar Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Tuban, Yudi Irwanto kepada media, Selasa (6/5/2025).
Meski dilarang, para jamaah MTA tetap berupaya menggunakan musala tersebut.
Aksi ini memicu ketegangan dan adu mulut antara jamaah dengan warga pada Jumat (30/4/2025).
Untungnya, situasi berhasil diredam berkat kehadiran petugas gabungan dari Satpol PP dan kepolisian.
Lima hari setelah insiden tersebut, Pemerintah Kabupaten Tuban bersama Forkopimca Jatirogo memfasilitasi mediasi di Pendopo Kecamatan Jatirogo pada Senin (5/5/2025).
Pertemuan ini turut dihadiri oleh perwakilan MTA, warga, Pemerintah Desa Paseyan, serta lembaga keagamaan seperti FKUB dan MUI. Sayangnya, belum ada kesepakatan yang dicapai.
Dalam mediasi itu, pihak MTA menyatakan kesediaannya untuk tidak lagi menggunakan Musala Al-Hidayah.
Mereka juga mengutarakan rencana membangun musala baru di lahan yang tidak jauh dari lokasi lama. Namun, rencana ini tetap mendapat penolakan dari warga dan pemerintah desa.
“Kami telah menyarankan agar kegiatan MTA dipindahkan ke wilayah lain untuk menghindari konflik berkepanjangan,” ujar Yudi Irwanto.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya meminta MTA untuk berkoordinasi dengan pimpinan pusat guna mencari solusi terbaik.
Hingga berita ini ditulis, pengurus MTA Sofyan belum memberikan tanggapan atas situasi tersebut. Kepala Desa Paseyan, Sholihin, juga belum bersedia memberikan keterangan.
[Rul/Al]