Begini Kata LBH KP Ronggolawe Terkait Hearing soal Klenteng yang Dinilai Gagal, DPRD Tuban Bakal Panggil Pengurus Lama

Reporter : Rofiq

blokTuban.com - Hearing Komisi II DPRD Kabupaten Tuban untuk mencari solusi atas konflik internal di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) atau Klenteng Kwan Sing Bio Tuban pada 30 Juli lalu dinilai gagal oleh sebagian pihak. Sebab, salah satu pihak yang diundang dalam hearing menolak melanjutkan hearing atau memilih walk out.

Ternyata, ada fakta yang belum diketahui publik atas peristiwa tersebut, LBH KP.Ronggolawe  sebagai pihak pemohon hearing menyatakan perlu menyampaikan fakta-fakta yang terjadi dalam hearing tersebut.

‘’Agar masyarakat tahu secara utuh, sebenarnya apa yang terjadi di dalam hearing tersebut, dan kenapa ada pihak yang walkout,’’ ujar Direktur LBH KP.Ronggolawe Nunuk Fauziyah, Sabtu (2/8).

Nunuk mengaku, beberapa bulan yang lalu mendengar konflik internal umat Buddha, Tao dan Konghucu yang beribadah di Klenteng Kwan Sing Bio Tuban, dan ada keterlibatan orang luar yang bukan umat ikut terlibat menyelesaikan tapi penyelesainya melalui jalur hukum.

‘’Dari situlah akhirnya kami bersedia membuka ruang diskusi dengan seluruh umat yang statusnya sebagai tergugat. Melalui pertimbangan tiga subtansi LBH KP.Ronggolawe memutuskan untuk memberikan penguatan identitas keagamaan supaya mereka dapat mempraktikkan ajaran agamanya dan melestarikan tradisi budaya Tionghoa,’’ beber Nunuk.

Perempuan kelahiran Lamongan ini menyebut keberadaan klenteng di Tuban telah mampu berkontribusi dalam kegiatan ekonomi terutama warga sekitarnya terkait aktivitas di klenteng. Namun, adanya konflik internal yang tidak kunjung selesai membuat pengunjung klenteg sepi. Bahkan saat ini 14 umat yang terpilih sebagai pengurus periode 2025-2028 digugat di Pengadilan Negeri Tuban.

‘’Akhirnya empat belas umat yang digugat ini memberikan kuasa hukum kepada Pengacara LBH KP.Ronggolawe untuk diberikan layanan bantuan hukum dengan target mengembalikan keputusan tertinggi tentang konflik di klenteng adalah umat, bukan pengacara, bukan penegak hukum atau orang yang tidak termasuk umat,’’ tambanya.

Nunuk kemudian mengajukan hearing ke DPRD terkait persoalan itu, dan diberi waktu pada 30 Juli.  Hearing ini, menurutnya merupakan rangkaian dari alur pendampingan advokasi non-litigasi yang kami berikan kepada umat. Dengan tujuan DPRD dan Pemkab Tuban dapat mendengarkan secara langsung pendapat dan suara hati para umat yang sedang beronflik dan tidak bisa beribadah dengan tenang.

‘’Keinginan umat hanya berharap bisa beribadah dengan tenang tanpa ada rasa ketakutan seperti situasi kurang lebih 15 tahun yang lalu,’’ jelasnya.

Hearing dibuka oleh Ketua Komisi II Fahmi Fikroni yang menjelaskan bahwa konflik klenteng terjadi sejak tahun 2012 hingga sekarang. Konflik itu tidak hanya berdampak kepada umat akan tetapi juga warga di sekitar klenteng ikut merasakannya. Matinya aktivitas klenteng berpengaruh pada hilangnya aktivitas ekonomi warga yang menggantungkan hidup dari hasil berjualan di sekitar klenteng. Seperti tukang becak, toko kelontong, tempat makan, toko oleh-oleh dan UMKM lainnya.

‘’Bapak Fahmi Fikroni saat itu menjelaskan bahwa DPRD Tuban mengundang 25 orang yang terdiri dari 3 penggugat, 14 tergugat, 5 dari LBH KP.Ronggolawe, Kepala Kementerian Agama Tuban, FKUB Tuban dan Kabag Hukum Tuban. Dan tidak mengundang PH Penggugat karena forum hearing  hari ini adalah forum khusus untuk dengar pendapat para umat yang berkonflik. LBH KP.Ronggolawe diundang karena lembaga yang mengajukan hearing,’’ ungkapnya.

Sejumlah perwakilan undangan diberi kesempatan untuk menyampaikan tanggapannya atas hearing tersebut. Di antaranya Masduki dari Kemenag Tuban yang menyatakan pihak Kemenag Tuban juga pernah menggelar rakor membahas persoalan tersebut.

Kemudian Kabag Hukum Pemkab Tuban Cyta Sorjawijati, menjelaskan bahwa pemkab mempunyai kewenangan  dalam memfasilitasi kerukunan umat beragama. Ini diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukuanan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah.

Tercantum dalam BAB VI Penyelesaian Perselisihan Pasal 21 Ayat (1) “Perselisihan akibat pendirian rumah ibadah diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat.  Dan diatur dalam PERPRES Nomor 12 Tahun 2023  Tentang Kementerian Agama.

Dilanjutkan oleh perwakilan umat bernama Vilia yang menyampaikan latar belakang adanya hearing di DPRD Tuban. Bahwa umat selama ini menjalankan ibadah dan berdoa dengan khusuk. Akan tetapi dengan adanya konflik yang tidak kunjung selesai akhirnya persatuan antar umat seakan-akan dikondisikan dalam situasi yang tidak lagi ramah.

Perwakilan umat lainnya Meilia menyampaikan kronologi yakni pada 2019 lalu, sembilan pengurus dan penilik yang statusnya demisioner menjadi inisiator mengundang umat untuk mengadakan musyawarah. Hasilnya secara aklamasi terpilihnya ketua pengurus bernama Tio King Bo dan Ketua penilik Tang Min Ang.

Sembilan inisiator ini digugat oleh Bambang Joko Santoso di PN Tuban dan putusan sidang dimenangkan oleh pengugat dengan minta ganti rugi Rp10,2 miliar dikabulkan Rp5,2 miliar. Tergugat mengajukan banding dan hasil banding dimenangakan oleh tergugat. Untuk merayakan kemenangan bahwa klenteng dikembalikan kepada umat, berniat bersembahyang di klenteng,  namun pintu gerbang di kunci sehingga umat tidak bisa masuk. Dan selama 2 bulan umat tidak bisa beribadah.

Lalu partisipan klenteng yaitu Pepeng Putra Wirawan, Go Tjong Ping, dan lainnya, menemui Alim Markus untuk membantu menyelesaikan masalah penggembokan klenteng. Alim Markus mengajak Soedomo Mergonoto dan Paulus Welly Affandi untuk membuka gembok. Akhirnya Gemboknya terbuka dan umat bisa beribadah lagi.

Ketiga orang tersebut diberi kewenangan untuk mengelola klenteng mulai tahun 2021 sampai dengan tanggal 31 Desember 2024. Kemudian berlakunya kewenangan status Alim Markus, Soedomo Mergonoto dan Paulus W. Affandi mengelola klenteng sudah habis sejak 7 bulan yang lalu.

Karena terjadinya kekosongan pengurus dan penilik sejak Januari 2025, akhirnya pada tanggal 08 Juni 2025 dilakukan pemilihan di sebuah resto di Tuban yang dihadiri 116 umat. Kehadiran umat melalui undangan dari panitia. Proses berjalan dengan lancar. Lalu terpilih 14 orang, yakni 9 pengurus yang 5 penilik. Setelah pemilihan juga dilaksanakan mohon restu yang disebut dengan PWAK PWE dan saat itu diterima.

Namun, kemudian terjadi insiden penolakan dari oknum yang tidak bertanggung jawab.  Dan saat ini pengurus dan penilik terpilih digugat di Pengadilan Negeri Tuban dengan Nomor Perkara: 25/PDT.G/PN Tbn.

Setelah penjelasan latar belakang dan kronologi dari umat, Ketua Komisi II mempersilahkan 3 penggugat untuk menyampaikan latar belakang dan alasan gugatan di PN Tuban. Akan tetapi yang bersuara perwakilan 4 orang yang mengatasnamakan sebagai kuasa hukum penggugat.

Hal itu membuat Fahmi Fikroni menjelaskan ulang bahwa forum hearing adalah forum umat. Dia minta umat yang berbicara secara langsung. Apabila Kuasa Hukum ingin menambahi dipersilahkan setelah ketiga penggugat berbicara.

‘’Kemudian kami meluruskan kembali tujuan hearing adalah untuk memfasilitasi umat karena ketiga penggugat hadir dalam hearing maka seharusnya mereka bersedia berbicara. Namun pihak penggugat tidak bersedia dan kemudian keluar dari ruang hearing,’’ katanya.

Terpisah, Ketua Komisi II DPRD Tuban Fahmi Fikroni menyatakan pihaknya komitmen untuk memfasilitasi dan mendorong penyelesaian konflik internal di klenten terbesar se Asia Tenggara tersebut. Anggota DPRD dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengundang tiga pengurus lama klenteng untuk menyelesaikan masalah antara umat klenteng dengan pengurus terpilih periode 2025-2028. Tiga pengurus itu adalah Soedomo Mergonoto, Alim Markus, dan Paulus Welly Affandi.

‘’Minggu depan kita panggil, karena mereka ini yang bisa menyelesaikan masalah antarumat di Klenteng Kwan Sing Bio Tuban ini,’’ucapnya.

Sebab, wakil rakyat asal Kecamatan Jenu ini punya keyakinan pengurus lama ini yang bisa mengurai persoalan di klenteng. Dia juga yakin tiga pengusaha besar tersebut juga punya semangat yang sama untuk menyelesaikan masalah internal tersebut. Jika pada undangan pertama nanti misalnya ketiganya tidak hadir, dia akan menjadwalkan mengundang lagi.

 ‘’Kami akan terus mengundang mereka sampai hadir. Intinya, tiga taipan Surabaya ini harus hadir, karena ini untuk kepentingan umat klenteng,’’ tandasnya.[ono]